Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011
“Mereka sudah kembali!” seorang anak kecil berlari-lari sambil menunjuk ke arah datangnya rombongan.
Kepala dusun segera keluar dari honainya, menyambut kedatangan rombongan itu. Matanya berbinar, seolah melihat warganya yang baru menemukan harta karun.
“Selamat datang, Miripu!” sambut Kepala Suku begitu Miripu sampai di dusun Kipya.
“Lihat ini!” kata gadis bertubuh gemuk menunjukan keranjang-keranjang berisi makanan sagu. “Kita tak perlu lagi makan getah pohon!”
Kepala suku memerintahkan warganya membangun kopa-kame. Bagunan itu digunakan untuk makan bersama. Ia dan warganya merasa berhutang budi kepada Miripu. Sebab itu, ia bermaksud menikahkan Miripu dengan salah seorang gadis Kipya. Miripu tak keberatan dengan maksud kepala suku itu.
“Kau boleh memilih gadis dari dusun kami untuk jadi istrimu,” kata Kepala Dusun.
“Aku ingin menikah dengan dia!” kata Miripu menunjuk gadis bertubuh gemuk yang dia jumpai di tepi danau.
Gadis yang dipilih Miripu itu tersipu malu. Ia tak menyangka Miripu akan memilih dirinya. Maka pernikahan pun segera dilangsungkan. Seluruh warga Kipya keluar rumah. Mereka ingin turut menjadi saksi pernikahan yang orang yang meraka anggap sebagai pahlawan, yaitu Miripu.
Seluruh warga berkumpul di kopa-kame untuk makan bersama. Sagu-sagu dihidangkan bersama ikan bakar. Mereka semua bergembira.
Miripu telah berjasa memperkenalkan mereka pada makanan sagu. Dan sekarang ia akan menikah dengan gadis Kipya. Itu berarti, keluarga Kipya menjadi bersaudara dengan orang Nariki.
Setelah pernikahan itu, Miripu membawa istrinya kembali ke Nariki. Mereka hidup bahagia di sana. Meski Miripu telah kembali ke Nariki, orang-orang Kipya tak pernah melupakan jasa-jasanya.
Setahun setelah kembali ke Nariki, istri Miripu mengadung anak pertama mereka. Kebagagiaan Miripun menjadi kian sempurna.
“Mereka sudah kembali!” seorang anak kecil berlari-lari sambil menunjuk ke arah datangnya rombongan.
Kepala dusun segera keluar dari honainya, menyambut kedatangan rombongan itu. Matanya berbinar, seolah melihat warganya yang baru menemukan harta karun.
“Selamat datang, Miripu!” sambut Kepala Suku begitu Miripu sampai di dusun Kipya.
“Lihat ini!” kata gadis bertubuh gemuk menunjukan keranjang-keranjang berisi makanan sagu. “Kita tak perlu lagi makan getah pohon!”
Kepala suku memerintahkan warganya membangun kopa-kame. Bagunan itu digunakan untuk makan bersama. Ia dan warganya merasa berhutang budi kepada Miripu. Sebab itu, ia bermaksud menikahkan Miripu dengan salah seorang gadis Kipya. Miripu tak keberatan dengan maksud kepala suku itu.
“Kau boleh memilih gadis dari dusun kami untuk jadi istrimu,” kata Kepala Dusun.
“Aku ingin menikah dengan dia!” kata Miripu menunjuk gadis bertubuh gemuk yang dia jumpai di tepi danau.
Gadis yang dipilih Miripu itu tersipu malu. Ia tak menyangka Miripu akan memilih dirinya. Maka pernikahan pun segera dilangsungkan. Seluruh warga Kipya keluar rumah. Mereka ingin turut menjadi saksi pernikahan yang orang yang meraka anggap sebagai pahlawan, yaitu Miripu.
Seluruh warga berkumpul di kopa-kame untuk makan bersama. Sagu-sagu dihidangkan bersama ikan bakar. Mereka semua bergembira.
Miripu telah berjasa memperkenalkan mereka pada makanan sagu. Dan sekarang ia akan menikah dengan gadis Kipya. Itu berarti, keluarga Kipya menjadi bersaudara dengan orang Nariki.
Setelah pernikahan itu, Miripu membawa istrinya kembali ke Nariki. Mereka hidup bahagia di sana. Meski Miripu telah kembali ke Nariki, orang-orang Kipya tak pernah melupakan jasa-jasanya.
Setahun setelah kembali ke Nariki, istri Miripu mengadung anak pertama mereka. Kebagagiaan Miripun menjadi kian sempurna.
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini